Terkait Ucapan Puan Maharani, “Jangan Menjadi Tuhan Terhadap Manusia Yang Lain”

6576

TOPIKINI – “SEMOGA SUMBAR JADI PENDUKUNG NEGARA PANCASILA”, Sontak kalimat ini menjadi topik hangat untuk diperbincangkan. Mengapa tidak, kalimat ini keluar dari mulut salah satu pemimpin bangsa ini dan sekaligus Kader Terbaik Partai Pemenang Pemilu Tahun 2019 yaitu Puan Maharani.

Semua media baik media masa dan media social menjadi perbincangan yang sangat hangat tentang penyataan tersebut. Sampai ada satu stasiun televisi mengangkat tema tentang pernyataan kader Partai PDI Perjuangan ini menjadi diskusi selama 3 jam.

Walaupun ada sebagian orang yang mengkritik atau menyindir stasiun televisi tersebut melalui media social, bahwa stasiun tersebut tidak sanggup mengangkat diskusi tentang lapindo dan lain sebagainya.

Pernyataan Uni Puan Maharani yang belakangan orang tahu bahwa beliau adalah orang minang, berbuntut panjang dan banyak menuai kritikan, saran, cacian, makian. Malahan ada sekelompok pemuda yang mengaku sebagai Pelopor Pemuda Minang melaporkan Uni Puan Maharani ke kantor Polisi.

Tidak jarang juga ada sebagaian tokoh yang menyarankan Uni Puan Maharani untuk meralat perkataannya sekaligus meminta maaf atas apa yang telah di ucapkannya tersebut. Seolah pernyataan ini sudah final dan kesimpulnnya sudah pasti bahwa Sumbar tidak mendukung pancasila.

Bila penulis perhatikan lebih jauh, pernyataan Uni Puan Maharani ini patut untuk dipertanyakan. Karena hemat penulis seperti ayat Al-Quran yang mempunyai sebab turun Ayat (Asbabun Nuzul) juga pasti mempunyai maksud dan tujuan.

Kalau diterka atau kemunkinan ada beberapa hal sebab pernyataan itu keluar:

1. Kemungkinan pernyataan tersebut ditujukan kepada Kader Partai yang ada di Prov. Sumatera Barat. Karena pernytaan itu lahir pada waktu rapat bersama para kader partai diseluruh Indonesia tetapi rapat kader ini boleh di ikuti oleh orang lain yang bukan kader.

2. Kemunkinan pernyataan ini adalah sindiran untuk Pemerintahan Prov. Sumatera Barat. Dimana sepuluh tahun belakangan dikuasai oleh Partai PKS. Sebagaimana banyak akademisi mengetahui bahwa PKS adalah anti tesa dari Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Dimana salah satu misinya menolak pemerintahan demokrasi dan mengembalikan kepada pemerintahan yang Islami.

3. Kemungkinan  pernyataan yang dikeluarkan pada waktu itu memang ditujukan untuk Masyarakat Sumatera Barat dimana warga sumbar sudah mulai tidak mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimana hal ini tercermin dalm indeks Kerukunan Umat Beragama dimana Prov. Sumatera Barat berada pada tingkat terbawah bersama Prov. Aceh.

Bagi manusia yang berilmu dan diberikan akal oleh Sang Pencipta, menilai pernyataan yang dikeluarkan oleh Uni Puan Maharani pada waktu itu adalah perkara yang unik. Menurut hemat penulis pernyataan yang dikeluarkan -Nya masih bersifat abu-abu dan banyak penafsiran. Karena ini adalah pernyataan yang bersidat politis.

Tetapi alangkah banyak orang menilai dan memberikan penilaian final, baik tokoh dari tingkat atas sampai kalangan  bawah pernyataan tersebut sudah ditafsirkan bahwa Masyarakat Prov. Sumbar tidak mendukung Pancasila sebagai dasar negara.

Orang-orang yang telah menafsirkan final pernyataan tersebut menurut hemat penulis adalah orang-orang yang lalai dalam mengamalkan Filososfi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.  Karena Syarak sendiri mengatakan “Jauhilah oleh kalian dari kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa”  (QS. Al-Hujuraat: 12). “Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta” (HR. Bukhari-Muslim).

Karena maksud dan tujuan pernyataan tersebut belum jelas, maka tidak sepatutnya kita menyimpulkan pernyataan tersebut pada arah yang negatif. Sebab yang mengetahui pasti pernytaan tersebut adalah yang mengeluarkan pernyataan dan yang paling utama adalah Tuhan yang menciptakannya. Makanya terhadap hal tersebut Tuhan secara tegas melarang kita berprasangka.

Jangankan hal demikian pernyataan yang masih bersifat abu-abu. Dalam sejarah Islam pada waktu perang ada sekelompok sahabat Nabi yang bertemu dengan komplotan kafir Quraish lalu saling membunuh. Kelompok kafir tersebut kalah. Di antara mereka ada yang melarikan diri dan dikejar oleh para sahabat Nabi.

Karena terdesak, salah satu orang kafir mengucapkan syahadat. Nama orang kafir ini adalah Mirdas bin Nahik dari Bani Salim. Namun Usamah Bin Zaid masih membunuhnya. Mengetahui hal tersebut, Nabi pun marah.

“Bagaimana bisa kamu membunuh orang yang sudah mengucapkan kalimat syahadat? Bagaimana kelak kamu bisa mempertanggung jawabkan di hadapan Allah?,” ucap nabi kepada Usamah Bin Zaid.

“Tidak bisa ya Nabi. Orang itu mengucapkan syahadat karena terdesak. Dia hanya pura-pura saja agar tak terbunuh,” bela Usamah.

“Apa buktinya dia hanya berpura-pura? Kamu sudah melihat isi di hatinya? Selagi dia sudah mengucap lafadz syahadat. Kamu tak boleh membunuhnya,” tegas Nabi.

Penggalan cerita ini adalah pelajaran untuk kita dimana kita tidak akan tahu isi hati manusia kecuali Tuhan Yang Maha Esa.

Pernyataan yang keluar bersifat negatif sudah mengindikasikan bahwa ada manusia menjadi Tuhan bagi manusia yang lain. Dimana mengahakimi seseorang benar dan salah dalam perkara yang masih abu-abu atau belum jelas adalah bukanlah pekerjaan manusia. Karena Allah lah yang lebih tahu.

Tetapi men-tabayyun pernyataan tersebut wajib untuk dilakukan. Namun sampai pada saat sekarang ini belum ada tokoh atau media masa yang men-tabayyun pernyataan tersebut langsung apa maksud dan tujuannya ucapan itu.

Untuk itulah penulis mengingatkan, salah satu guru besar umat Islam di Minang Kabau. Syekh Sulaiman Ar-Rasuli pernah berpesan kepada orang minang, beliau memberikan nasehat “Jika Hati Lalai Kepada Allah Maka Masuklah Was-Was dan Syaitan, Akibatnya Adalah Akan Terlihat Sesuatu Yang Baik Itu Jahat dan Yang Jahat Itu Baik”.

Penulis : Mufti Adil Fatwa, MA (Master Agama UIN Imam Bonjol Padang)