Upacara Mencabut Sumpah 300 Tahun Keluarga Kerajaan Pagaruyung

TOPIKINI – Setelah terpisah tiga abad lamanya, dua kerajaan yang masih bersaudara, yaitu kerajaan Pagaruyung di Batusangkar dan kerajaan Kuto Basa di Dharmasraya Sumatera Barat, kembali bersatu setelah menjalankan prosesi maungkai sumpah, atau mencabut sumpah.

Nenek moyang mereka 300 tahun lalu mengucap sumpah, sehingga garis keturunan mereka tak bisa saling mengunjungi. Pertemuan pertama mereka ini, diwarnai linangan air mata dalam prosesi upacara sakral.

Suasana suka cita dan penuh haru mewarnai kedatangan Daulat Raja Alam Pagaruyung, Sutan Haji Muhammad Taufik Thaib dan rombongan ke rumah penerus kerajaan Kuto Basa di nagari Sungai Rumbai, kabupaten Dharmasraya pada sabtu, 25 Mei 2013 lalu.

Kedatangan keluarga kerajaan Pagaruyung ini menandai di mulainya upacara maungkai sumpah mambukak kobek ,atau membuka ikatan sumpah yang di buat nenek moyang mereka yang masih bersaudara kandung .

Tiga ratus tahun lalu, Sutan Sahi Alam dan adik kandungnya Puti Reno Lungguak bersumpah, keturunan laki – laki pagaruyung akan menemui ajal jika datang ke Kuto Basa, sementara keturunan wanita Kuto Basa akan menemui ajal jika berkunjung ke Pagaruyung .

“Sumpah itu dulu keluar karena ada pertengkaran antara moyang kami yang beradik kakak, karena akibat pengasingan Puti Reno Lungguak di Dharmasraya karena menderita penyakit menular yaitu kusta, sehingga terucap sumpah oleh keduanya bahwa keturunan wanita dari Kuto Basa tidak boleh ke Pagaruyung dan keturunan laki-laki Pagaruyung tidak boleh ke Kuto Basa, jika dilanggar maka mereka akan terkena masalah bahkan sampai meninggal,” kata Sutan Haji Muhammad Taufik Thaib , Daulat Raja Alam Pagaruyung.

Sumpah tiga ratus tahun lalu ini tetap di taati keturunan mereka, sehingga merenggangkan hubungan dua kerajaan yang masih satu garis keturunan kerajaan Pagaruyung ini. Pasalnya menurut kesaksian mereka, sumpah tersebut memang berlaku sampai saat ini. Akhirnya generasi ke sepuluh sepakat membuang sumpah demi menjalin kembali silaturahmi.

“Akibat sumpah yang sudah tiga abad itu, kami tidak bisa saling mengunjungi sampai saat ini. Acara mengungkai sumpah ini bertujuan agar kami yang satu keturunan ini bisa bersatu kembali,” jelas Puti Reno Raudhah Thaib, yang dipertuan Gadih Pagaruyung.

Setelah upacara itu, pihak kerajaan Pagaruyung mendatangi istana Kuto Basa. Ratusan warga dan raja – raja di bawah payung kerajaan Pagaruyung menyambut datangnya raja Pagaruyung ke tempat yang sebelumnya terlarang baginya. Satu kepala kerbau di tanam di depan istana.

Kemudian sisa air siraman berupa tawa dan limau di buang ke sungai Batang Bayeh. Setelah itu kedua keluarga kerajaan kemudian berziarah ke makam nenek moyang mereka di pandam pekuburan ustano kerajaan Kuto Basa. Maka berakhirlah semua prosesi upacara maungkai sumpah mambukak kobek, sehingga sumpah 300 tahun lalu dianggap sudah tidak berlaku.(art)