Relawan Jokowi Optimis Pertumbuhan Ekonomi Makro Indonesia Meningkat Tajam

Teks: Acara Seminar Nasional 'Membaca Prospek Ekonomi 2020' yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Hotel Sentral Jl. Pramuka, Jakarta Timur, Selasa (29/10/2019). Foto: KMI/dok.

Jakarta – Syafrudin Budiman SIP atau yang biasa disapa Gus Din, Ketua Umum Presidiun Pusat Barisan Pembaharuan (PP BP) optimis ekonomi Indonesia tumbuh 6 persen lebih. Menurut organisasi tim relawan Jokowi ini, indikator tersebut ditandai dengan menyatunya kekuatan politik dengan wujud rekonsiliasi dan menyatunya kekuatan di Kabinet Indonesia Maju.

“Politik sudah memasuki babak stabilitas sosial politik, tentu mendorong stabilitas sosial ekonomi. Kalau sudah begini Pak Jokowi tinggak tancap gas, sektor ekonomi makro akan melaju cepat,” kata Gus Din usai acara di ‘Seminar Nasional Membaca Prospek Ekonomi 2020’ yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Hotel Sentral Jl. Pramuka, Jakarta Timur, Selasa (29/10/2019).

Menurut pria asal Sumenep ini, pada periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, investasi dan pembangunan infrastruktur masih menjadi agenda utama. Berbagai kebijakan dikeluarkan untuk memberikan kemudahan investasi dalam bentuk insentif atau deducation.

“Tapi jika melihat investasi di tahun 2018 hingga 2019, pertumbuhan Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk ke Indonesia masih rendah. Di saat yang sama, negara tetangga mengambil kesempatan dari terjadinya perang dagang antara Amerika dengan China. Untuk dapat menarik investasi, pemerintah harus melakukan reformasi secara menyeluruh,” ujar pria yang aktif sebagai Konsultan Media dan Politik ini.

Kata Gus Din, pada tahun 2020 mendatang, diharapkan Indonesia bisa bertahan dan membalikkan keadaan jika ekonomi menghadapi situasi yang cukup berat dan tertekan. Tentu semuanya ini akan tetap memberi peluang ekonomi tumbuh lebih cepat dari prediksi.

“Intinya pada transformasi debirokratisasi dan deregulasi yang tuntas, yang seiring-sejalannya visi Indonesia Maju Pak Jokowi secara implementatif. Tentu upaya perubahan fundamental akan bisa terjadi hingga level paling bawah dan bisa menghasilkan outcome yang jelas,” jelasnya.

Sambung Gus Din, pemerintah melakukan serangkaian kebijakan seperti debirokratisasi dan deregulasi sebagai bagian dari reformasi birokrasi, dan hal ini, lanjutnya, patut disambut positif. Akan tetapi perlu diingat bahwa hal itu tak cukup, sebab sektor riil membutuhkan perbaikan dan perubahan yang lebih mendasar dan dalam jangka pendek.

“Investasi harus terus didorong untuk meningkat, lebih penting lagi produktivitas modal agar menghasilkan output/outcome yang lebih besar,” tukasnya.

Terakhir kata Gus Din, reformasi di bidang ekonomi salah satunya adanya reformasi perpajakan secara komprehensif. Karena mengingat pajak adalah sumber pembiayaan yang mampu menjamin kesinambungan ekonomi nasional. Sehingga dibutuhkan moderasi pemungutan pajak agar mendorong pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, insentif fiskal perlu diarahkan agar lebih efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Perlu penataan kebijakan dan struktur fiskal, termasuk perpajakan, arsitektur desentralisasi fiskal, optimalisasi belanja APBN, dll. Mendorong impor yang berkualitas dengan mengintegrasikan secara global, sehingga menghasilkan output/ekspor yang lebih besar dan berdaya saing tinggi,” pungkasnya. (red)