Pandemi Demokrasi: Diskursus Pilkada 2020

Oleh: Muliansyah Abdurrahman Ways

Benarkah masyarakat Indonesia semuanya focus Pilkada 2020 atau masih kejebak pada Pandemi Covid 19, momentum politik telah tiba bersamaan dengan kehadiran wabah yang membabi buta setiap sendi – sendi hidup.

Tak tahu kapan berakhir ini covid 19, satupun masyarakat dunia tak mampu menjelaskan kapan berakhirnya wabah ini, namun begitu hanya satu per satu meprediksi bahwa covid ini hanya konspirasi, covid ini hanya isu, covid ini pembohongan publik dan covid ini hanya tak tik para pengusaha serta ada juga yang meyakini bahwa covid 19 ini benar – benar virus yang menghantam dunia.

Sederet dengan pandangan diatas bahwa Covid sangat simpang siur dan tak mampu mengendalikan kapan berakhirnya, sehingga tidak satupun di dunia ini bisa menjelaskan secara detail sampai kapan covid 19. Para ahli dan para medis hanya mampu memberikan solusi lawan covid dengan sejumlah aturan dan bagaimana mengetahui siapa yang covid dan siapa yang bukan (alias positif dan negativ).

Dari sini juga para penemu dan pengusaha juga mulai menghadirkan jutaan produk pencegahan untuk menghindari dan mengurangi wabah ini menyebar, maka covid 19 juga tidak mungkin berhenti secara tiba – tiba, akan tetapi virus ini terus menjadi gengtayangan nyata bagi kehidupan baru manusia di Indonesia.
Akankah Pilkada 2020 tetap di lanjutkan.?, penulis tetap optimis bahwa Pilkada 2020 tetap di lanjutkan pada tanggal 9 Desember 2020.

Kenapa sangat optimis, karena Wakil Rakyat DPR RI dan pemerintah sudah sepakat dan tanpa mengindahkan sejumlah saran – masukan dari ormas – oramas serta lembaga – lembaga tinggi lain.

Kita lihat beberapa ormas besar di Indonesia meminta penundaan Pilkada 2020 (yakni; Muhammadiyah, NU, Komnas HAM dan lain – lain), dengan alasan Pandemi covid 19, para tokoh agama di Papua juga mempertimbangkan soal Ibadah umat Kristen di bulan desember dan para aktvis HAM juga menyatakan diri bahwa Pilkada 2020 harus di tunda.

Namun Pemerintah serta DPR RI tetap berfikir bahwa Pandemi covid tak ada jedah, maka Pilkada tetap jalan sesuai dengan agenda – agenda yang sudah di laksanakan. Sehingga apapun alasanya, Pilkada tetap Jalan dan mengikuti aturan WHO serta kebijakan pemerintah yang sudah di sahkan bersama pemerintah, DPR dan KPU.

*Apa Yang Dimaksud Pandemi Demokrasi.?*

Pandemi atau wabah yang baru – baru ini telah menjadi kata yang tak asing di permukaan, karena digunakan dalam istilah Covid 19, artinya Wabah Virus Corona pada tahun 2019. Karena kajian penulis dalam konteks politik atau Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) 2020, maka istilah pandemi bisa di pakai dalam fenomena politik dalam demokrasi local di masa kini.

Apakah demokrasi juga terjangkit wabah.?, ya penulis setuju bahwa demokrasi 2020 adalah demokrasi yang masuk dalam wabah covid 19 yang di sebut juga wabah pandemi demokrasi.

Seperti kita lihat pemikiran “Pandemi Demokrasi” bahwa pilkada kali ini di rasuki oleh wabah dinasti politik, wabah oligarkhi partai, wabah transaksional dan akan terjadi wabah manipulative suara.

Penulis mendiskursuskan dari narasi – narasi politik terkait dengan pilkada 2020 di situasi pandemi covid 19 ini menjadi berbeda, maka lahirnya pandemic demokrasi dalam arti demokrasi di kondisi pandemi covid, namun bisa juga kita menjelaskan bukan hanya wabah covid, tetapi wabah yang merusak demokrasi secara nyata, seperti dalam pemikiran diatas itu.

Wabah yang merusak demokrasi juga lebih kejam bila dilihat secara fakta – fakta politik dalam pemilihan kepala daerah kali ini, misalnya dinasti politik di beberapa daerah, publik lebih tau melihat hal ini.

Meminjam bahasa Fachrul Razi, Salah satu seorang Senator dan intelektual mengartikulasikan pandemic demokrasi, bahwa Pandemi Demokrasi adalah demokrasi yang merusak tatanan demokrasi diantaranya soal politik kekeluargaan atau dinasti politik, transaksi di dalam partai politik soal merebut rekomendasi, legitimasi calon tunggal di pilkada dan beli – beli suara nanti saat pencoblosan, ini bentuk demokrasi yang tidak demokratis” (Lihat: detikindonesia.com).

Pandangan Fachrul Razi menegaskan bahwa demokrasi di masa pandemic ini akan merusak tatanan pesta demokrasi yang lebih ideal, karena kondisi Indonesia belum membaik, maka selain sejumlah ormas dan lembaga negara, ternyata DPD RI juga menindikasikan minta Pilkada ini di tunda.
Bila Pilkada tetap menjadi pilihan untuk dilangsungkan pada tahun 2020 ini, tentu kita sebagai warga negara harus tetap menjaga sabda demokrasi secara substansi, menjaga pilkada secara ideal dan tetap menjaga pilkada agar menjadi pilkada demokrasi di pandemi covid 19 lebih bermartabat.

Ingat covid 19 masih ada, jangan remehkan dan jangan biarkan, serta bergerak sesuai aturan yang berlaku, wabah covid 19 dan wabah demokrasi selalu menjadi gambaran politik local Indonesia.

Pilihlah pemimpi yang integritas, taat hukum, cinta rakyat dan akan membawa perubahan bila memenangkan Pilkada 2020. Rajut Pilkada damai dan selalu menjadi pemimpin terbaik di negerinya.

PENULIS: Muliansyah Abdurrahman Ways, Pelaku Usaha, Peneliti Pasifik Resources & Mahasiswa Doktor Ilmu Politik UNAS

Jakarta, 18 Oktober 2020