Masalah Sosial Anak Perlu Penangan Bersama, ini Solusinya

TOPIKINI.COM – Masalah sosial anak saat ini terus berkembang dan beragam kompleksitas persoalannya. Kini, fenomena itu menjadi perhatian khusus Kemensos RI. Antara lain, menyangkut tingginya anak lahir tanpa akte kelahiran, 2,3 juta anak dengan kategori umur 7 sampai 15 tahun, putus sekolah serta permasalahan sosial lainnya seperti perdagangan anak, anak berhadapan dengan hukum, pekerjaan dan penelantaran anak serta bermacam masalah sosial anak lainnya.

“Fenomena ini patut kita sikapi bersama, guna bersegera mencarikan solusi masalah sosial anak,” ujar Kepala Badan Pendidikan Penelitian Penyuluhan Sosial Kementrian Sosial RI, Harry Z. Soeratin didampingi Staf Khusus Kemensos, Ismail Cawidu,

Kepala Balai Besar Pendidikan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Regional I Sumatra, Padang, Drs. GRM Soerjo Darsono, menjawab Singgalang di sela-sela dua peserta diklat masing-masing diklat pengembangan masyarakat untuk masyarakat pesisir dan diklat pekerja sosial (Peksos) pendamping anak yang berhadapan dengan hukum tahun 2018.

Menurut Harry, peliknya masalah sosial memerlukan penanganan bersama. Ini bisa terwujud dengan adanya komunikasi, koordinasi, sinergitas, termasuk menjangkau semua stakeholder yang ada.

Ditambahkan, Kemensos dalam waktu dekat bakal melesatkan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG). Sistem ini bisa dimanfaatkan kementrian lain, karena sistem tersebut, memuat data penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).

“Sistem ini membantu,” sebutnya lagi.

Dijelaskan, masalah sosial anak lebih bisa disiasati lingkungan sosial. Adalah peran keluarga menentukan untuk melakukan intervensi sosial.

Di samping itu, campur tangan para relawan dan pekerja sosial pendamping, aparat penegak hukum, diharapkan saling berperan dan berfungsi masing-masing.

“Jadi, untuk peran keluarga, pekerja sosial pendamping dan peran serta penegak hukum sangat penting sekali,” sebut pejabat eselon I Kemensos RI itu.

Ia juga mengakui, ke depan peningkatan sumber daya manusia (SDM) terus ditingkatkan. Kapan perlu, akses sosial dan pembangunan SDM handal profesional didukung penuh negara. Karena itu, pemerintah dan negara akan menjangkau peran hingga maksimal. Semua itu disiapkan lewat pokok-pokok pikiran.

“Mulai dari pemetaan masalah sosial, pendataan sampai sistem intervensi bersinergitas. Yang jelas, faktor ekonomi merupakan penyumbang terbesar terhadap munculnya masalah sosial, semisal anak putus sekolah, perlakuan buruk terhadap anak, dan sebagainya,” ucapnya.

Sementara Kepala BBPPKS Regional I Sumatra, Padang, GRM Soerjo Darsono, mengemukakan, peserta diklat berjumlah 60 orang. Untuk diklat pengembangan masyarakat untuk masyarakat wilayah pesisir peserta berjumlah 30 orang. Dan, 30 peserta lainnya diklat pekerja sosial (Peksos) pendamping anak berhadapan dengan hukum.

Menurut GRM, pentingnya peran dari pendamping anak berhadapan hukum (ABH) dan pendamping masyarakat pesisir, guna meningkatkan kualitas penanganan kepada para ABH dan memberdayakan warga masyarakat daerah pesisir.

Data yang diperoleh dari berbagai sumber, diketahui bahwa dalam kurun waktu 2011-2016 telah terjadi 23.800 kasus anak, dimana 8.200 kasus diantaranya merupakan masalah ABH. Anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan yang dicabut kebebasan sipilnya ini, memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dengan cara yang sesuai meningkatkan martabat dan harga dirinya. Untuk memperkuat penghargaan anak pada hak-hak azasi manusia dan kebebasan dasar orang lain sesuai dengan usianya.

Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengamanatkan agar anak yang tersangkut dengan masalah hukum baik sebagai tersangka, korban maupun saksi suatu tindak pidana harus diperlakukan khusus, mulai dari proses penyidikan sampai adanya putusan hukum yang tetap. (Yas)