Jakarta – Dukungan atas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK) terus mengalir. Salah satunya dukungan berasal dari organisasi kemasyarakatan (Ormas) Forum Santri Indonesia (Forsi) di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Organisasi para aktivis muda muslim ini menggelar aksi unjuk rasa dan menemui Komisi III DPR RI menyampaikan dukungan terkait revisi UU KPK. Forsi ditemui anggota Komisi III, Masinton Pasaribu (PDI Perjuangan), Drs. T. Taufiqulhadi (Nasdem) dan Riska Mariska (PDI Perjuangan).
Hadir dari Forsi diantaranya, Syafrudin Budiman SIP atau Gus Din sebagai juru bicara didampingi Jeffri Sastra Maestra, Moh. Toha, Edi Humaidi dan lainnya. Mereka diterima Komisi III di sela-sela sidang seleksi Calon Pimpinan KPK oleh Komisi III DPR RI.
Kata Gus Din, rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK harus disikapi dengan jernih dan komperhensif (utuh). Katanya, KPK sudah berdiri 17 tahun sejak tahun 2002. Tentunya KPK butuh pembenahan dan perbaikan akan kelemahan-kelemahannya.
“Revisi UU KPK menjadi pilihan tepat sebagai sebuah keharusan dengan spirit dan tujuannya demi penguatan kerja pemberantasan korupsi ke depan sesuai dengan tantangan zaman saat ini,” ujar Gus Din.
Menurutnya, diperlukannya dewan pengawas, pengaturan tentang penyadapan, kemudian tentang status pegawai tidak bisa dijadikan alasan kemudian menuding akan adanya pelemahan KPK. Hal ini malah menguatkan KPK sebagai institusi hukum, supaya tidak disalahgunakan.
“Urgensi perlunya dewan pengawas guna memberikan pengawasan terhadap penyadapan sebagai langkah pencegahan dan mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan. Apalagi, fungsi pengawasan sangat penting dalam lembaga negara di sebuah negara demokrasi manapun di dunia ini,” tegas Gus Din yang juga Ketua Umum Presidium Pusat Barisan Pembaharuan (PP BP) ini.
Terakhir kata Gus Din dihadapan anggota Komisi III, aneh jika para pegawai KPK merasa prihatin dengan rencana revisi itu. Bahkan wadah pegawai KPK sampai mengkampanyekan penolakannya seperti telah melakukan politik praktis.
“Ini berbahaya dan juga harus diingat, WP tugas pokok dan fungsinya tidak bisa terlibat pergolakan politik revisi UU KPK. Karena itu dalam revisi UU KPK nanti posisi atau status pegawai KPK harus diatur secara jelas,” pungkasnya Gus Din.
Sementara itu, Koordinator Aksi, Sufriadi di lokasi di depan Senayan dalam orasinya mengatakan, demi pembenahan dan penguatan pemberantasan korupsi ke depan, revisi itu merupakan sebuah keharusan.
“Tidak ada lembaga penegak hukum yang sempurna, apalagi merasa paling benar dan hebat sendiri. Begitu juga dengan KPK,” tegas
Apalagi, lanjut dia, sebagai lembaga super body, KPK masih banyak kekurangan. Salah satu diantaranya yakni mengenai pencegahan korupsi yang dinilainya belum begitu maksimal.
“Bahkan masih jauh sekali dari yang diharapkan. Terbukti dengan maraknya OTT (operasi tangkap tangan) yang dilakukan KPK,” tekannya.
Dalan audensi pertemuan Forsi dan Komisi III, Masinton Pasaribu dari PDI Perjungan menyatakan menyambut baik dukungan dari masyarakat ini. Katanya, dukungan Forsi terhadap revisi UU KPK membuktikan bahwa kemauan DPR RI juga didukung masyarakat dari kalangan santri.
Masinton berharap, kalau revisi undang-undang KPK bisa memperkuat agenda pencegahan agar korupsi tidak marak lagi terjadi di negeri ini.
“Nanti kita akan mengundang Forsi dalam pembahasan UU KPK di Baleg DPR,” ujar Masinton yang juga salah satu pengusul revisi UU KPK itu. (red)