Adu Pendapat di Konferensi Nasional Pengawasan dan Penegakan Keadilan Pemilu 2019

TOPIKINI – Sebagai evaluasi Pemilu 2019, Bawaslu menyelenggarakan Konferensi Nasional : Pengawasan dan Penegakan Keadilan Pemilu 2019, yang dibuka langsung oleh Ketua Bawaslu RI Abhan.

Seminar ini diselenggarakan Kamis, 5 Desember 2019 di Hotel Sahid, Jakarta. Narasumber yang hadir Bambang Eka Cahya Widodo (Ketua dan Anggota Bawaslu 2008-2012, Akademisi), Dodi Ambardi (Lembaga Survey Indonesia), Abdul Azis (Komisioner KPU 2007-2012). Wirdyaningsih (Anggota Bawaslu 2008-2012, akademisi).

Dalam orasinya Ketua Bawaslu RI mengatakan, bahwa ditemukan beberapa praktik money politik.

“Karena tidak adanya pengetahuan pemilih terhadap hal tersebut, sehingga masyarakat hanya menerima saja,” ucap Abhan.

Sementara itu, mantan ketua dan anggota Bawaslu 2008 – 2012) berpendapat, bahwa demokrasi Indonesia perlu mencontoh sebuah desa di Gjpgja.

“Untuk menciptakan pemilu yang demokratis, kita bisa mencontoh desa anti politik di Jogja, pemilih segan untuk money politics,” kata Bambang.

Wirdyaningsih justru mempertanyakan mau dibawa kemana Bawaslu jika penegakan hukum masih tumpang tindih. Menurutnya, ada peraturan terkait pengawasan pemilu yang tidak jelas dan tidak holistik.

Tindak lanjut pelanggaran administratif yang kurang tepat dan perbedaan penafsiran tentang ketentuan administratif. Kemudian tindak lanjut kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu tidak menyentuh terkesan memutuskan bukan di ranah etik (hanya sebatas kode etik).

“Untuk menciptakan efektivitas penegakan hukum solusi substansi penegakan hukum pemilu, jangan terlalu banyak ruang untuk mencari keadilan sehingga ketidakpastian hukum yang didapatkan. Harus ada penegakan hukum satu pintu dibawah satu otoritas lembaga,” kata Widya.

Kemudian Wirdyaningsih menambahkan, ada beberapa opsi untuk mengawasi pemilu.

“Pertama Opsi badan peradilan khusus pemilu. Kedua Bawaslu sebagai peradilan pemilu semi peradilan Ketiga Bawaslu sebagai lembaga penyelesaian hukum pemilu. Semua opsi ini harus dilakukan penelitian lebih mendalam,” lengkapnya.

Dalam seminar ini Dodi Ambardi, praktisi lembaga survey menyinggung soal perilaku pemilih dengan pemilihan serentak. Dodi menjelaskan ada produk judisial review terkait temuannya dengan rekan-rekan lembaga survei serperti Efendi Gazali dan kawan-kawan survei.

“Serentak itu adalah rekayasa politik untuk menghasilkan pemilu yang lebih baik. Pemilu serentak itu agar pemilih dapat lebih cerdas dan lebih efisien maka politik transaksional bisa dikurangi dan biaya politik bisa dikurangi,” jelasnya.

Diujung acara, Abdul Aziz, komisioner KPU 2007 – 2012 menyampaikan kesimpulannya dengan sebuah ajakan.

“Kedepannya kita harus menciptakan pemilihan umum yang lebih bagus dan tidak adanya cacat demokrasi,” tutup Abdul Aziz.(Ikhwan Arif)