TOPIKINI – Pembatalan drawing Piala Dunia FIFA U20 di Bali dengan alasan adanya penolakan Gubernur Bali terhadap hadirnya timnas Israel sepertinya membikin FIFA ‘separuh ngambek’ menyusul beberapa pernyataan tokoh politik dari PDIP menyuarakan penolakan kehadiran timnas Israel. Pro kontra pun terjadi.
Tapi dalam soal ini kita harus mengamati basis argumentasi kader PDIP dalam penolakan kehadiran timnas Israel yang didasari pada kesadaran sejarah dan pembelaan kemanusiaan apa yang terjadi di Palestina.
Alasan terbesar adalah soal kemanusiaan seperti FIFA menolak Rusia karena serangan militernya terhadap Ukraina, dan kini Indonesia melihat aksi Israel yang menginjak-injak rasa kemanusiaan. Alasan kedua, ini banyak yang tidak tahu, adanya potensi ancaman berskala besar melalui aksi teroris sekiranya kesebelasan Israel hadir di tanah Bali.
Kekuatiran Gubernur Koster sangat wajar karena Bali masih trauma atas bom yang terjadi tahun 2002 di Legian. Konstruksi berpikir Koster adalah menjaga Bali. Apa yang dilakukan Pak Gubernur ini senafas dengan FIFA yang meminta Rusia keluar dari Piala Dunia 2022.
Dengan alasan kemanusiaan universal itulah Koster bersikap menolak Israel dengan alasan sama : Kemanusiaan dan hukum Internasional lewat resolusi PBB untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan Israel. Bagi Koster, kemanusiaan yang hakiki menjadi nafas kehidupan Bali.
Jangankan soal kemanusiaan, pohon pun dijaga di Bali lewat konsep alam Trihita Karana. Inilah kenapa Koster menolak Israel. Saya sungguh aneh, ada sebagian kecil masyarakat Bali yang bersikap negatif terhadap Pak Koster.
Penolakan terhadap keputusan Koster sama saja menolak Bung Karno dalam alam pikir. Mereka tidak tahu Koster mengambil langkah yang berani dalam menjaga Bali. Dalam konteks ini, Ganjar memiliki kesepahaman yang sama atas pentingnya menyuarakan kemanusiaan itu.
Selain soal kemanusiaan penolakan Koster ada landasan sejarahnya yaitu : Bung Karno. Perjuangan Bung Karno di lapangan dunia Internasional dalam membebaskan negara-negara terjajah dari kolonialisme dan imperialisme.
Dalam pergaulan Internasional Bung Karno mendeskripsikan Indonesia yang terjajah sebagai bagian dari life line of imperialism dari selat Gibraltar, Laut Tengah sampai ke Tiongkok Selatan. Nasib Indonesia disadari sebagai bagian dari keterjajahan sepanjang garis itu maka kemerdekaan Indonesia jadi langkah pertama memerdekakan negara-negara Asia Afrika.
Kesadaran geopolitik Sukarno yang dibangun sejak tahun 1930-an bahwa kolonialisme dan imperialisme bukan persoalan Indonesia semata tapi juga menjadi masalah dunia maka Bung Karno mempersatukan negara-negara Asia-Afrika yang terjajah dalam satu konferensi besar di Bandung tahun 1955.
Bahkan dalam KAA 1955 ada kesepakatan dari negara- negara peserta lewat komunike politik dukungan kemerdekaan Palestina. Sampai sekarang penjajahan Israel terhadap Palestina masih terjadi tapi karena kesadaran sejarah geopolitik orang-orang Indonesia yang dilemahkan sepanjang Orde Baru maka seakan persoalan Israel tidak bergema kuat lagi. Disinilah para kader PDIP mempelopori kebangkitan alam geopolitik Sukarno dalam perjuangan kemerdekaan nasional negara-negara yang masih terjajah.
Bung Karno secara geopolitik juga menawarkan pada dunia Internasional, suatu ideologi Pancasila yang merupakan sublimasi ideologi-ideologi besar dunia. Dalam Pancasila dan konstitusi UUD 1945 Penjajahan ditolak keras .
Perjuangan politik Bung Karno membuahkan hasil setelah sukses mengadakan KAA 1955 di Bandung, dan setelahnya membangun Gerakan Non Blok (GNB). GNB adalah persatuan dari negara-negara yang tidak terafiliasi Amerika-Inggris dan Uni Sovyet. Tujuannya membangun tatanan dunia baru didasari pada perdamaian dunia.
Bahkan sikap keras Bung Karno terhadap Israel selain melarang tampilnya Indonesia melawan Israel pada tahun 1958, Bung Karno juga menolak kehadiran atlet Israel pada Asian Games 1962 yang kemudian dihukum komite olahraga internasional, Bung Karno tetap kukuh pendiriannya dengan membentuk Pesta Olahraga Negara-Negara Baru, Games New Emerging Forces (GANEFO).
Penentangan kehadiran tim Israel oleh kader-kader PDIP seperti I Wayan Koster dan Ganjar, juga dari Jawa Barat Ketua DPD PDIP Jabar Ono Surono dan ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah bukan pernyataan politik elektoral tapi sebuah kesadaran sejarah. Mereka sudah digembleng dalam Sekolah Politik untuk kesadaran ideologi dan kesadaran geopolitik . Mereka tumbuh dalam alam kesadaran Bung Karno dalam melihat geopolitik dunia.
Bahkan khusus Gubernur Bali Wayan Koster selain kesadaran ideologi langkah penolakan timnas Israel didasari pada langkah maksimum mengamankan Bali dari serangan teroris. Kita ingat peristiwa Pembantaian Olimpiade Munich 1972 yang ditujukan pada atlet atlet Israel.
Bali yang masih trauma atas bom bali 2002 tak ingin kehadiran tim Israel menjadi alasan pembenaran dilakukan serangan teroris. Jadi langkah Wayan Koster yang kini dirujak habis oleh netizen adalah langkah antisipasi menyelamatkan rakyat Bali dari kemungkinan serangan teroris.
Justru kader-kader PDIP berani mengambil resiko elektoral demi kesadaran sejarah atas komitmen politik yang diambil Bung Karno.
Situasi di Israel sendiri semakin buruk. Menguatnya sayap kanan Israel semakin memperluas wilayah jajahan, anak-anak digebuki, orang-orang yang ingin sholat di Masjidil Aqsa diawasi ketat, pengurungan atas Gaza masih berlangsung sampai detik ini.
Bahkan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyatakan “Palestina tak pernah ada” ini statemen langsung bahwa penjajahan Israel terhadap Palestina semakin brutal.
Kesadaran penolakan terhadap penjajahan Israel sekarang melemah bahkan ada yang berpendapat “kan Arab Saudi, Bahrain, Maroko, UEA” Justru pada soal soal prinsip bila kita kukuh maka Indonesia akan dihormati negara-negara besar di dunia.
Seharusnya sudah menjadi tugas Indonesia merintis geopolitik Internasional seperti di Timur Tengah selayaknya apa yang dilakukan RRC pada Arab Saudi dan Iran tapi apa daya persoalan ribut-ribut politik di dalam negeri sangat kuat sehingga mengurangi peran Indonesia di dunia internasional.
Apa yang dilakukan PDIP justru mendukungiJokowi untuk menjaga kehormatan bangsa lewat olahraga dan kenapa PDIP tidak mengeluarkan sikap resmi melalui DPP ini karena PDIP tidak mau dibentur-benturkan antara PDIP dan Jokowi oleh kelompok oportunis. Justru yang salah adalah kepemimpinan PSSI sebelum Eric Thohir yang tidak menyampaikan kemungkinan Israel hadir dalam perhelatan FIFA U20.
Belajar dari kasus FIFA U20 adalah betapa pentingnya kita belajar sejarah yang benar. Belajar alam geopolitik Bung Karno yang membawa bangsa ini besar dan dihormati. Dan memusatkan pada perhatian dihapusnya imperialis dan kolonialis apapun alasannya. Karena sesungguhnya politik luar negeri Indonesia adalah keberpihakan yaitu berpihak pada penyusunan tatanan baru bangsa-bangsa yang bebas dari penjajahan.
Sementara untuk FIFA juga bisa dijadikan pelajaran bagi mereka seperti sikap standar ganda yang keterlaluan. Bayangkan Rusia diklaim menganeksasi Ukraina belum sampai 1 tahun tapi Rusia dilarang bermain pada Piala Dunia 2022 sementara Israel sudah menganeksasi Palestina nyaris 80 tahun. Namun Israel didiamkan tak ada sanksi sama sekali.
Bila FIFA menjatuhkan sanksi pada Indonesia karena penolakannya terhadap tim Israel maka ini akan jadi konsekuensi besar Indonesia berpihak pada kemanusiaan dan konstitusi yang disepakatinya sejak 1945. Semoga sanksi tersebut tidak terjadi karena kita semua percaya pada Presiden Jokowi dan melalui Menlu dan Menteri BUMN bisa memgambil terobosan mencari solusi yang membuat semua pihak happy.
Namun toh sekiranya sanksi tetap diberikan karena Indonesia membela kemanusiaan, dan setia pada sejarah dan hukum internasional, maka tidak perlu berkecil hati, Indonesia tetap akan tercatat sebagai bangsa yang berdiri dengan kepala tegak, terhormat, dan berwibawa di mata dunia Internasional.
Alasan segelintir orang yang meneriakkan “Safe Soccers” juga berlebihan. Mereka tidak melihat, justru dengan ketegasan Koster, Ganjar dan kader PDIP lainnya, bangsa ini kembali melek sejarah dan lalu berjuang keras membangun kesebelasan yang handal. Dalam sepakbola, Indonesia tidak hanya jadi event organizer, namun kedepan membangun tim bola yang handal.
Dalam beragam pro kontra itu, saya justru menaruh hormat pada Koster, Ganjar, Said Abdullah, Ono Surono, dan Adi Sutarwiyono, Gus Ipin Bupati Trenggalek. Keberanian merekalah yang justru akan membangunkan kesadaran sejarah dan pentingnya olah raga yang tidak boleh menafikan kemanusiaan.(Penulis: Anton DH Nugrahanto)