Fris Okta Falma, Musisi di Kemeriahan Panggung MTQ Sumbar ke-37

Foto 1 - Fris Okta Falma, Musisi. (Dok. Istimewa)

TOPIKINI.COM – Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional Tingkat Provinsi Sumatra Barat ke-37 Tahun 2017 yang digelar di Kota Pariaman, Sumatra Barat, telah ditutup pada jam 23.30 WIB Jumat malam (10/11). Di acara penutupannya menampilkan paduan suara, orkestra, combo band, dan solo vokal, arahan musisi muda Fris Okta Falma, S.Sn, M.Pd, yang berperan sebagai Pimpinan Produksi dan Music Director. Acara berlangsung dengan khidmat dan meriah.

“Materi yang kami tampilkan pada acara penutupan adalah lagu-lagu religi yang mengajak kita agar meningkatkan keimanan, terutama bagi para siswa SMA yang ikut dalam paduan suara ini. Dengan menghafal lirik shalawat badar yang mereka nyanyikan, semoga membiasakan mereka bershalawat. Untuk pesan moral ada pada lagu hymne dan mars, yang mengajak kita agar selalu bermoral, loyal, dan totalitas mencintai negara dalam ruang berketuhanan,” kata Fris, musisi muda asal Koto Subarang – Padangpanjang, kelahiran Bukittinggi 4 Oktober 1989, ketika diwawancarai, (12/11).

Sementara itu, pada acara pembukaan MTQ Sumbar ke-37 ini, Fris juga bertindak sebagai Pimpinan Produksi dan Music Director untuk orkestra Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang dan paduan suara Andalaswara.

“Di acara pembukaannya kita menampilkan kolaborasi musik orkestra dengan musik tradisi Minangkabau, yang mengiringi paduan suara, pengibaran bendera MTQ, dan beberapa lagu religi. Untuk aransemen musiknya dibantu oleh beberapa orang dosen dan alumni ISI Padangpanjang,” kata Fris, anak dari pasangan Syafrudin (asal Muaralabuh) dan Sulastri.

Seperti yang dikatakan Fris, keikutsertaannya mengurus orkestra, paduan suara, dan grup band untuk memeriahkan acara pembukaan dan penutupan MTQ Sumbar ke-37, adalah atas kepercayaan dari PT. Octaviany Pariwisata dan Pemko Pariaman.

Foto 4 – Fris Okta Falma saat tampil di acara penutupan MTQ Nasional Tingkat Sumbar 2017 di Pariaman. (Dok. Istimewa)

“Ini pengalaman perdana saya dipercaya untuk mengurus event sebesar ini, pertunjukan kesenian musik yang melibatkan ratusan orang, dengan berbagai sajian pertunjukan. Secara tidak langsung saya dapat ilmu untuk memanajemeni lebih dari 150 orang. Hal ini tentu tidak mudah. Acara yang diadakan di Pantai Kata – Pariaman ini sangat menunjang pariwisata, dapat menghibur para kafilah. Namun kendalanya, kondisi cuaca yang saat ini mudah berubah membuat kewalahan,” kata Fris, yang pada bulan Juli 2017 mengomposeri penampilan Sumbar Talenta di 51’st International Folklore Festival – Zagreb, Kroasia.

Atas kesempatan untuk tampil di MTQ Sumbar ke-37, Fris mengucapkan, “Terimakasih kepada Allah SWT. atas rahmat-Nya, dan juga untuk PT. Ocyaviany Pariwisata serta Pemko Pariaman atas amanahnya. Juga rasa terimakasih untuk orkestra ISI Padangpanjang dan paduan suara Andalaswara, serta para siswa di SLTA Kota Pariaman. Dan tak lupa ucapan terimakasih kepada rekan kerja; Ioqo Alhamra Fikri, S. Sn, Hafif H. R, M. Sn, Rozalvino, M. Sn, dan Agung perdana, M. Sn yang telah memberikan sentuhan untuk produksi ini.”

Fris merincikan pengalaman yang pernah didapatkannya selama menekuni dunia musik; pemusik Tari Piring Seribu di Lapangan Merdeka – Kualalumpur – Malaysia (2010), pemusik Merpatih Taman Budaya Seremban – Negeri Sembilan Malaysia (2011 – mewakili Kabupaten Solsel), musisi event Payakumbuh World Music Festival (2012, 2013), komposer di event Malay Herritage – Singapura (2015 – bersama Sumbar Talenta), komposer terbaik se-Sumatra di Festival Komposisi Musik Taman Budaya (2011), The Best Talent Sumbar Talenta (2015), juara 2 A MILD LIVE WANTED Sumatra (2012 – mewakili Sumatra bagian tengah), komposer penampilan Sumbar Talenta di 51’st International Folklore Festival Zagreb – Kroasia (2017), dan menjadi juri musik di beberapa event tingkat provinsi dan nasional.

Foto 5 – Fris Okta Falma saat tampil di acara penutupan MTQ Nasional Tingkat Sumbar 2017 di Pariaman. (Dok. Istimewa)

“Saat duduk di bangku Sekolah Dasar, saya belajar musik secara otodidak. Selanjutnya, bakat ini saya gali dengan kuliah strata satu di ISI Padangpanjang dan Pasca Sarjana di Universitas Negeri Padang – Jurusan Seni Budaya, dan HWK Sumbar dan Sumbar Talenta Organization ikut membesarkan saya di dunia musik. Yang mendukung dari awal adalah kedua orangtua saya, yang berangsur-angsur dari kecil memfasilitasi saya dengan alat-alat musik,” kata Fris.

Fris juga mengatakan, “Musik itu sesuatu yang sangat berharga, apalagi biaya hidup saya sekarang dipenuhi dengan bermusik, membina pergaulan juga karena musik. Saya bisa bina silaturahmi dengan para pejabat dalam negeri maupun luar negeri juga karena musik. Bagi saya, musik sudah ikut mengalir dalam darah saya. Awal ketertarikan dengan musik hanya karena hobi saja, terbawa pergaulan di sekitar rumah. Lama kelamaan hobi ini menjadi profesi. Sekarang saya jadi dosen musik di kampus STKIP Adzkia – Padang.”

Membagi suka dukanya dalam menekuni dunia musik, Fris menceritakan, “Pengalaman manis dalam menekuni dunia musik, saya jadi bisa jalan-jalan ke luar negeri. Terutamanya bisa beramal, dengan berbagi ilmu bermanfaat untuk orang banyak. Saya berusaha untuk menghargai suatu proses, karena untuk berprestasi itu butuh proses. Untuk memperoleh ilmu kita harus tabah dan ulet. Dalam berproses kadang kita harus siap menerima caci maki, bentakkan, tamparan, pukulan, dan lainnya. Kalau saya tidak tahan menghadapi itu semua, mungkin saya tidak akan berada di posisi sekarang ini. Semakin tinggi pohon, tentu semakin kencang angin yng menerpanya. Kesuksesan kadang juga ada ujiannya, rasa iri muncul pada orang-orang tertentu. Tapi itu dijadikan motivasi buat ke depannya, yang penting bagaimana kita menyikapinya, dan harus tetap baik pada semua orang.”

Berbagi pandangan terhadap industri musik saat ini, Fris mengatakan, “Berkaitan dengan kemajuan teknologi saat ini kita dituntut untuk lebih kreatif. Teknologi kini memudahkan kita untuk produktif berkarya, juga dalam memasarkan karya. Inovasi sangat dibutuhkan, mengingat kemajuan teknologi juga berdampak buruk terhadap perlindungan karya cipta, karena mudah dicuri atau diplagiat.”

Terhadap Pemerintah, Fris berharapan, “Pemerintah diharapkan lebih mewadahi kreativitas para pegiat musik, khususnya dalam kesenian tradisi, mengingat derasnya perkembangan musik modern. Miris terasa, para generasimuda lebih minat dengan musik remix, dibandingkan batalempong. Mereka lebih minat band dari pada bagandang. Namun, kita tidak bisa salahkan penetrasi budaya luar. Kerjasama Pemerintah dengan para seniman dibutuhkan, untuk mewujudkan wadah kreatif musik tradisi agar selalu terjaga kelestariannya. Kita bisa contoh Saung Udjo – Kota Bandung. Salah satu cara mereka mempertahankan budaya Sunda dengan menjadikan alat musik tradisi mereka sebagai ikon kota. Saya saat kunjungan seni ke luar negeri, selalu membawa alat-alat musik tradisi Minangkabau kita. Saya sangat berharap, semoga suatu saat akan ada wadah kreativitas seperti itu di Sumatra Barat.”

Melanjutkan aktivitasnya di dunia musik, Fris punya target, “Untuk jangka pendek, saya lagi mempersiapkan pertunjukan karya musik tradisional yang akan dimainkan oleh anak-anak disabilitas. Dengan berkarya, semoga mereka tidak lagi dipandang sebelah mata. Untuk jangka panjang, saya ingin mediasi dengan Pemprov dan Dinas terkait, membahas Saung Udjo, agar hal serupa bisa diadakan juga di Sumatra Barat.”

Sebagai musisi yang menguasai permainan berbagai alat musik, baik combo band dan juga alat musik tradisi Minangkabau, Fris menyampaikan pesan untuk para generasimuda, “Ada baiknya kita bisa menguasai permainan berbagai alat musik, baik modern dan terutama alat musik tradisi, karena ini akan lebih memudahkan kita untuk berkembang.”(Muhammad Fadhli)